Sabtu, 13 Desember 2014

Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan -Perpajakan

Makalah Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
PERPAJAKAN


 
Di susun oleh:
Theresia Amelia Sebastian       (120.112.883)
Ester Situmorang                      (120.112.885)
Yemima Ayu Yusmawati           (120.112.886)
Brento Sihite                              (120.112.888)
Veronika Magdalena Samosir  (120.112.884)


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Gentiaras
Bandar lampung
  

 Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.
BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan. 

Saat Pembayaran BPHTB
BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini:
a.       Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau Notaris.
b.      Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.
c.       Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.
Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.

Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
a.       Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
b.      Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.
c.       Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.
d.      Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).

Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
 / BPHTB
Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.
Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.
SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.
SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.
v  Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN  
A.   SUBJEK PAJAK
1.   Siapa Subjek BPHTB ?
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.  
B.   OBJEK PAJAK (250304 )
1.   Apa yang menjadi objek BPHTB ?
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi:
Ø  Pemindahan hak karena:
-          jual beli;
-          tukar-menukar;
-          hibah;
hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia;
-          waris;
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
- peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut;
- pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
- hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.

Ø  Pemberian hak baru karena:
1. Kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak;
2. Di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000.Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun 2000

  2.   Apa saja yang termasuk hak atas tanah ?
Hak atas tanah meliputi :
a. Hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b.   Hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
c.  Hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. Hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
f. Hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.  

3. Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?
  • objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
  • objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
  • objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
  • objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
  • objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf;
  • objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
  •  Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.
  •  Yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah.
  • Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.
 C.   TARIF PAJAK
1. Berapa besarnya tarif BPHTB ?
- Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).  

 D.   DASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK (250304 )  
1.     Apakah dasar pengenaan BPHTB ?
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu a.  jual beli adalah harga transaksi;
  • tukar-menukar adalah nilai pasar;
  • hibah adalah nilai pasar;
  • hibah wasiat adalah nilai pasar;
  • waris adalah nilai pasar;
  • pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
  • pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
  • peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
  • pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
  • pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
  • penggabungan usaha adalah nilai pasar;
  • peleburan usaha adalah nilai pasar;
  • pemekaran usaha adalah nilai pasar;
  • hadiah adalah nilai pasar;
  • penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang.
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.  
  • Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
 2.   Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan BPHTB ?
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP diberikan untuk setiap perolehan hak sebagai pengurang penghitungan BPHTB terutang.  
3.   Berapa besarnya NPOPTKP ?
NPOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP regional paling banyak Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
  • Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.
  • Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 113 Tahun 2000.
 4.   Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?
  • BPHTB terutang = 5 % x NPOP Kena Pajak;
  • NPOP Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP.
 E.   SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG (250304 )  
1.   Kapan saat BPHTB terutang dan harus dilunasi ? 
Saat terutang dan pelunasan BPHTB untuk:
  • Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu tanggal dibuat dan ditandatanginya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;
  • Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
  • Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
  • Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
  • Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
  • Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
  • Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat antara lain nama pemenang lelang.
  • Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
  • Hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
  • Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
  • Pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
  • Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
  • Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
  • Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
  • Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
 2.   Dimana tempat BPHTB terutang?      
Tempat BPHTB terutang adalah wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.      
  
F.   PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN (250304 ) 

1. Sistem apakah yang dipakai sebagai dasar pemungutan BPHTB?
Sistem self assessment, dimana Wajib Pajak membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.

2. Bagaimana cara membayar BPHTB?
BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB).  

3. Dalam waktu berapa lama SKBKB dapat diterbitkan ?      
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.  

4. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKB ?      
BPHTB terutang dalam SKBKB adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya BPHTB sampai dengan diterbitkannya SKBKB dimaksud.

5. Dalam waktu berapa lama SKBKBT dapat diterbitkan? 
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB.  

6. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKBT?
BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. 

7. Bilamana STB diterbitkan?
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) diterbitkan apabila : 
  • BPHTB yang terutang tidak atau kurang dibayar.
  • Dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung
  • Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.  
8. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam STB?
BPHTB terutang dalam STB akibat tidak atau kurang dibayar dan akibat salah tulis dan atau hitung adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya BPHTB.  

9. Bagaimana kedudukan STB dalam proses penagihan BPHTB ?  
STB mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.  

10. Apakah dasar penagihan BPHTB?
  • Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah.
  • Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.

11. Berapa lama jangka waktu pelunasan  SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah?
  • BPHTB terutang dalam SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak;
  • Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud tidak atau kurang dibayar, dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mempunyai kekuatan sama dengan putusan pengadilan (parate executie).
G.   KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN
1.   Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan BPHTB ?
Yang dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak adalah : a.  SKBKB, yaitu surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah BPHTB terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar; b.  SKBKBT, yaitu surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah BPHTB yang telah ditetapkan; c.  SKBLB, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran BPHTB karena jumlah BPHTB yang telah dibayar lebih besar daripada BPHTB yang seharusnya terutang; d.  SKBN, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah BPHTB yang terutang sama besarnya dengan jumlah BPHTB yang dibayar..  
2.   Bagaimana tata cara permohonan keberatan BPHTB ?
  • Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB dengan mengemukakan jumlah BPHTB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang jelas, yaitu didukung dengan data atau bukti bahwa jumlah BPHTB yang terutang atau lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar;
  • Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN; kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
  • Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
  •  Fotocopy SSB
  • Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
  •  Fotocopy Akta/Risalah Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak Baru/Putusan Hakim
  •  Fotocopy KTP/ Paspor / KK /identitas lain
  •  Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
  •  Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak. 
3.   Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan BPHTB ?  
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.  
4.   Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan keberatan BPHTB diterbitkan ?      
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.  
5.   Apa bentuk keputusan keberatan  ?      
Keputusan Keberatan dapat berupa :
  • menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya.
  • menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.
  • menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
  • menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah BPHTB-nya.
6.   Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya ditolak ?
  • Wajib Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan Pajak (BPP).
  • Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
7.   Apa bentuk putusan Banding ?
Putusan Banding dapat berupa :
  • - menolak;
  • - mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
  • - menambah pajak yang harus dibayar;
  • - tidak dapat diterima;
  8.   Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.  

9.   Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran BPHTB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.

10.  Kepada siapa pengurangan BPHTB dapat diberikan ?      
Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib Pajak melalui permohonan karena: a.  kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek BPHTB, atau b.  kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, atau c.  tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan. 

H.   PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN  

1.  Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a.  BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;
b.  BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang;
c.  permohonan pengurangan dikabulkan;
d.  pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau sebagian;
e.  permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan seluruhnya atau sebagian;
f.   perubahan peraturan.

2.  Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara. 

3. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan jawaban atas surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan serta Kepala KPPBB harus menerbitkan SKBLB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

4. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB  ?
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan (sederhana dan lapangan) menerbitkan:
  • SKBLB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran BPHTB yang tidak seharusnya terutang;
  • SKBN, apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah BPHTB yang terutang;
  • SKBKB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah BPHTB yang seharusnya terutang.
5.   Kapan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan ?
Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKBLB, yaitu dengan diterbitkannya Surat Perintah Membayar Kelebihan BPHTB (SPMKB) oleh Kepala KPPBB. Dalam hal Kepala KPPBB terlambat menerbitkan SPMKB, maka Wajib Pajak diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKB dimaksud. .

I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB
1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ?
Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
  • - 20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
  • - 16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
  • - 64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.

CARA MENGHITUNG BPHTB

Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang adalah : BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP
Contoh :
1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000,- Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah: 5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil atau dengan kata lain Bapak Sumarno tidak terutang BPHTB.
2.      Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000, maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Ali tersebut adalah:
5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar