BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bisnis
dapat menjadi sebuah profesi yang etis dan baik secara moral. Di pihak lain,
penulis ingin sekaligus mempertanyakan keyakinan mengenai bisnis sebagai
profesi etis itu. Dengan begitu, penulis pada akhirnya dapat menegaskan bahwa
bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis, sejauh dan asalkan ditunjang oleh
sistem politik ekonomi yang mengenal aturan yang jelas dan fair, disertai kepastian keberlakuan aturan tersebut, bisnis dapat
berkembang secara optimal menjadi sebuah
profesi yang etis. Ini berarti, yang dibutuhkan untuk menegakkan bisnis sebagai sebuah profesi yang etis adalah prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik, tetapi juga sebuah kerangka legal-politis yang kondusif untuk bisnis yang baik dan etis itu. Perangkat legal-politis ini terdiri dari aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak scara fair dan baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis yang fair tadi. Tanpa itu, bisnis hanya akan menjadi sebuah profesi yang kotor, penuh intrik, penuh tipu daya, penuh jual beli kekuasaan ekonomi dan politik demi kepentingan segilintir orang dengan mengorbankan kepepentingan, bahkan hak masyarakat luas.
profesi yang etis. Ini berarti, yang dibutuhkan untuk menegakkan bisnis sebagai sebuah profesi yang etis adalah prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik, tetapi juga sebuah kerangka legal-politis yang kondusif untuk bisnis yang baik dan etis itu. Perangkat legal-politis ini terdiri dari aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak scara fair dan baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis yang fair tadi. Tanpa itu, bisnis hanya akan menjadi sebuah profesi yang kotor, penuh intrik, penuh tipu daya, penuh jual beli kekuasaan ekonomi dan politik demi kepentingan segilintir orang dengan mengorbankan kepepentingan, bahkan hak masyarakat luas.
Sebelum
melangkah lebih jauh, ada baiknya kita tinjau tempat profesi dan etika profesi
dalam kerangka etika. Dari situ kita akan melihat letak etika bisnis sebagai
sebuah etika profesi.
B. Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan yang akan
dibahas, sebagai berikut :
- Apa yang dimaksud sebuah profesi yang luhur ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Untuk menambah wawasan pembaca tentang bisnis yang
merupakan sebuah profesi etis.
Kegunaan Memberikan gambaran tentang bisnis
pada setiap orang yang membacanya, dan untuk mengetahui apakah bisnis merupakan
sebuah profesi etis atau tidak.
D. Manfaat
Bagi Mahasiswa: Meningkatkan pemahaman terhadap bisnis sebuah profesi etis.
BAB II
LANDASAN TEORI
2A. Etika
Terapan
Secara umum kita dapat membagi etika menjadi etika umum dan etika khusus.
Etika umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi
manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan
etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif (yang terpenting di antaranya
adalah suara hati), dan semacamnya. Etika khusus adalah penerapan
prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus. Dengan kata lain, etika sebagai refleksi kritis rasional meneropongi
dan merefleksi kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada norma dan nilai
moral yang ada di satu pihak dan disituasi khusus dari bidang kehidupan dan
kegiatan khusus yang dilakukan setiap orang atau kelompok orang dalam suatu
masyarakat.
Dalam kaitan dengan ini, etika khusus
lalu dianggap sebagai etika terapan. Terapan, karena atuaran normatif yang
bersifat umum yang diterapkan secara khusus sesuai dengan kekhususan dan
kekhasan bidang kehidupan dan kegiatan khusus tertentu. Maka, dapat dikatakan
bahwa etika khusus merupakan kontekstualisasi aturan moral umum dalam bidang
dan situasi konkret. Pada tingkat ini, etika lalu mejadi aktual sekaligus
menarik dan menantang. Ia menantang penilaian moral yang kritis atas dan
berhadapan dengan situasi yang sangat konkret.
Baik etika umum maupun etika khusus
atau etika terapan sama-sama mempunyai bidang lingkup yang sangat luas. Etika
umum punya lingkup yang luas, karena menyoroti seluruh kehidupan manusia sejauh
sebagai manusia. Demikian pula etika terapan punya lingkup yang luas, karena
hampir setiap bidang kehiduapan dan kegiatan manusia dapat mempunyai etika
khusus atau etika terapannya sendiri-sendiri. Kita lalu mengenal etika keluarga
atau perkawinan, etika gender yang membahas pola hubungan pria wanita serta
persoalan-persoalan yang berkaiatan dengan itu, etika politik, etika lingkungan
hidup, etika ilmu pengetahuan, etika profesi, dan sebagainya. Etika profesi
mempunyai cakupan yang sangat luas, karena hampir setiap profesi dapat
mengembangkan etikanya sendiri : etika kedokteran/medis untuk profesi medis.,
etika bisnis untuk kegiatan bisnis dan seterusnya. Bersama dengan itu, etika
profesi dapat pula bersentuhan dengan etika khusus lainnya seperti etika
gender, sikap terhadap sesama, dan sebagainya. Karena itu, etika lalu menjadi
sebuah ilmuyang sangat luas, bahkan menjadi sebuah ilmu lintas disiplin.
Etika khusus dibagi lagi menjadi tiga,
yaitu etika individual, etika sosial dan etika lingkungan hidup. Etika
individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual
ini adalah prinsip integritas pribadi, yang berbicara mengenai perilaku
individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya
sebagai pribadi moral.
Etika sosial berbicara mengenai
kewajiban dan hak, sikap dan pola prilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam
interaksinya dengan sesamanya. Tentu saja sebagaimana hakikat manusia yang
bersifat ganda, yaitu sebagai makhluk individual dan sosial, etika individual
dan etika sosial berkaitan erat satu sama lain, bahkan dalam arti tertentu
sulit untuk dilepaskan dan dipisahkan satu sama lain. Karena, kewajiban
seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung dan dalam banyak hal mempengaruhi
pula kewajibannya terhadap orang lain, dan demikian pula sebaliknya.
Etika lingkungan berbicara
mengenai hubungan antara manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok
dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan juga hubungan
antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung
atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan. Karena itu, etika
lingkungan dapat merupakan cabang dari etika sosial (sejauh menyangkut hubungan
manusia dengan manusia yang berdampak pada lingkungan) maupun berdiri sendiri
sebagai etika khusus (sejauh menyangkut hubungan manusia dengan lingkungannya).
Bisa dimengerti bahwa etika lingkungan hidup dapat pula dibicarakan dalam
rangka etika bisnis, karena pola interaksi bisnis sangat mempengaruhi
lingkungan hidup.
B. Etika Profesi
Kata atau
istilah profesi dan juga profesional dan profesionalisme sangat sering kita
dengar dan temukan dewasa ini, bahkan sering tanpa memahami pengertiannya yang
sebenarnya. Ada baiknya kita rumuskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
profesi dan juga sikap atau profesional serta profesionalism. Profesi dapat
dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan
mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen
pribadi (moral) yang mendalam. Dengan demikian orang yang profesional adalah
orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan
itudengan mengandalkan keahlian dan Keterampilan yang tinggi serta punya
komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu. Dengan kata lain, orang
profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli dibidang
tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjaan
tersebut.
Orang yang
profesional adalah orang yang mempunyai komitmen pribadi yang mendalam atas
pekerjaannya itu. Ia melibatkan seluruh dirinya dengan giat, tekun, dan serius
menjalankan pekerjaan itu. Ia tidak lagi sekedar menjalankan pekerjaan sebagai
hobi, sekadar mengisi waktu luang, atau secara asal-asalan. Komitmen pribadi
inilah yang melahirkan tanggung jawab yang besar dan mendalam atas pekerjaannya
itu.
Ada paling
kurang tiga hal yang membedakan pekerjaan seorang profesional sebagai sebuah
profesi dan pekerjaan sebagai sebuah hobi. Pertama,pekerjaan sebagai hobi
dijalankan terutama demi kepuasan dan kepentingan pribadi. Kedua, pekerjaan
sebagai hobi tidak punya dampak dan kaitan langsung yang serius dengan
kehidupan dan kepentingan orang lain. Ketiga, pekerjaan sebagai hobi bukan
merupakan sumber utama dari nafkah hidupnya. Sebaliknya profesi menurut
ketekunan, keuletan, disiplin, komitmen dan irama kerja yang pasti karena
pekerjaan itu melibatkan secara langsung pihak-pihak yang lain.
Sebagaimana
terungkap dalam pengertian profesi diatas, orang yang profesioanal selalu
mengerjakan pekerjaannya sebagai pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan
itu. Hanya dengan imbalan yang memadai ia dapat mempunyai komitmen pribadi yang
mendalam atas pekerjaannya dan bertanggung jawab penuh atas pekerjaannya dan
ats pihak-pihak lain yang menjadi fokus pelayanan profesi. Tanpa itu , siapapun
akan dengan mudah melepas tanggung jawabnya dan mencari pekrjaan lain karena
tuntutan pemenuhan kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Dari
pemikiran-pemikiran diatas terlihat jelas bahwa seorang yang profesioanal
adalah orang yang memang diandalkan dan dipercaya oleh masyarakat. Ini berarti
masyarakat percaya bahwa pelayanan yang diberikan oleh kaum profesional akan
membawa hail untuk mutu yang baik dan memuaskan. Lebih dari itu, orang yang
profesional juga diandalkan dan dipercaya masyarakat karena mempunyai komitmen
moral/ pribadi serta tanggung jawab yang mendalam atas pekerjaannya.
Singkatnya, orang yang profesional adalah orang-orang yang diandalkan dan
dipercaya karena mereka ahli, terampil, punya komitmen moral, bertanggung
jawab, tekun, penuh disiplin, dan serius menjalankan tugas pekerjaanya
Ciri-ciri Profesi
Berapa
ciri-ciri profesi yang sekaligus diandaikan dimiliki oleh orang-orang yang
profesional. Ciri-ciri ini bersifat umum dan terutama terkait dengan pengertian
profesi tersebut diatas.
Pertama, adanya kehlian dan keterampilan khusus. Profesi selalu
mengandalkan adanya suatu kehalian dan Keterampilan khusus tertentu yang
dimiliki oleh sekelompok orang profesional untuk bisa menjalankan pekerjaannya
dengan baik. Keahlian dan Keterampilan khusus ini umumnya dimiliki dengan kadar,
lingkup, dan tingkat yang melebihi keahlian dan keterampilan orang kebanyakan
lainnya. Ini berarti kamu profesional itu
lebih ahli dan terampil dalam bidang
profesinya dari pada orang-orang lain.
Kedua, adanya komitmen moral yang tinggi. Komitmen moral ini biasanya
dituangkan, khususnya untuk profesi yang luhur, dalam bentuk aturan khusus yang
menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan
Aturan ini berlaku sebagai semacam kaidah moral yang khusus bagi orang-orang
yang mempunyai profesi tersebut. Ia merupakan aturan main dalam menjalankan
atau mengemban profesi tersebut, yang biasanya disebut sebagai kode etik. Kode
etikmerupakan suatu tuntutan yang sangat keras sebagai syarat minimal yang
harus dipenuhi bagi orang yang mempunyai profesi tersebut. Ia menyangkut apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang harus didahulukan dan
apa yang boleh dikorbankan dalam situasi konflik atau dilekatis tertentu yang berkaitan
dengan pelaksanaan suatu profesi.
Ada dua sasaran pokok dari kode etik ini. Pertama, kode etik bermaksud
melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian secara sengaja
maupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua, kode etik juga bertujuan
melindungi keluhuran profesi tersebut dari prilaku-prilaku bobrok orang-orang
tertentu yang mengaku diri profesional. Dengan kode etik ini setiap orang yang
punya profesi tersebut bisa dipantau sejauh mana ia masih seorang profesional
di bidangnya, tidak hanya sehubungan dengan keahliannya melainkan juga dengan
komitmen moralnya.
Komitmen moral pada umumnya atau kode etik khusunya juga menunjukkan bahwa
tidak semua pekerjaan adalah profesi. Bahkan tidak semua pekerjaan yang
mengandalkan keahlian dan Keterampilan khususnya dan dijalankan sebagai nafkah
hidup adalah profesi. Suatu pekerjaan hanya bisa dianggap sebagai sebuah
profesi dalam pengertian sebenarnya kalau pekerjaan itu melibatkan komitmen
moral yang tinggi dari pelakunya.
Ciri Ketiga, biasanya orang yang profesional adalah orang yang hidup dari
profesinya. Ini berarti ia hidup sepenuhnya dari profesi ini. Biasanya ia
dibayar dengan gaji yang sangat tinggi sebagai konsekuensi. Dari pengerahan
seluruh tenaga, pikiran, keahlian, keterampilan, seluruh hidupnya demi
profesinya ini. Profesinya telah membentuk identitas orang tersebut. Ia tidak
bisa lagi dipisahkan dari profesinya itu. Yang berarti, ia menjadi dirinya
berkat dan melelui profesinya. Maka ia tampil dan dikenal dalam masyarakat melalui
dan karena profesinya. Profesi lalu jadi sebuah bentuk sosialisasi peran dalam
masyarakat. Konsekuensinya, orang yang profesional bangga dan bahagia dengan
profesinya terlepas dari status profesionalnya.
Ciri keempat, adalah pengabdian kepada masyarakat. Adanya komitmen moral
yang terutang dalam kode etik profesi ataupun sumpah jabatan menyiratkan bahwa
orang-orang yang mengemban profesi tertentu, khususnya profesi luhur, lebih
mendahulukan dan mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada kepentingan
pribadinya.
Kelima, pada profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan
profesi tersebut. Karena setiap propesi, khususnya profesi luhur, menyangkut
kepentingan oarng banyak, dan terkait dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan
berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, kesehatan, dan sebagainya,
maka untuk menjalankan suatu profesi yang berkaitan dengan kepentingan orang
banyak itu diperlukan izin khusus. Izin khusus ini bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari pelaksanaan profesi yang tidak becus.
Ciri keenam, Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu
organisasi profesi. Beberapa yang bisa disebut adalah IDI untuk profesi dokter,
IAI untuk akuntan, Ikadin untuk advokat dan sebagainya. Tujuan organisasi profesi ini adalah untuk menjaga dan melindungi keluhuran
profesi tersebut.
C. Etika Profesi
Tuntutan
profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing
profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku
untuk suatu profesi. Empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku
untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal
sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua
orang, juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.
Pertama,
prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah salah satu prinsip pokok bagi
kaum profesional. Bahkan sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi
dikatakan. Karena, sebagaimana diuraikan diatas, orang yang profesional sudah
dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang
yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya
sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar diatas
rata-rata, dengan hasil yang maksimum, dan mutu yang terbaik. Ia bertanggung
jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan.
Dengan kata lain, ia sendiri dapat mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya
itu berdasarkan tuntutan profesionalitasnya, baik terhadap orang lain yang
terkait langsung, dengan profesinya maupun juga terhadap dirinya sendiri.
Kedua, ia juga
bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan
orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat
dimana profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak
disengaja, ia harus bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Bentuknya bisa
macam-macam : mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral
sebagai telah melakukan kesalahan, mundur dari jabatannya, dan sebagainya.
Prinsip kedua
adalah prinsip keadilan. Prinsip itu terutama menuntut orang yang profesional
agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak
tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam rangka profesinya. Demikian
pula, prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang
profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapa pun, termasuk
terhadap orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya. Prinsip siapa
yang datang pertama mendapat pelayanan pertama merupakan perwujudan sangat
konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya.
Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang
dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi
kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan
konsekuensidari hakikatprofesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli
dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut
campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut, terutama ditujukan terhadap
pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang
bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi
tersebut.
Keempat, prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri
profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang
yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia punya komitmen
pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan
orang lain atau masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan
tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas
profesinya tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat
profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk
bertanggungjawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilaiyang dijunjung
tinggi dan diperjuangkan profesinya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Menuju Bisnis Sebagai Profesi Luhur
Persaingan bisnis yang ketat dewasa ini menuntut dan menyadarkan para
pelaku bisnis untuk menjadi orang yang profesional. Orang yang profesional
adalah orang yang menjalankan pekerjaanya secara tuntas dengan hasil dan mutu
yang sangat baik karena komitmen dan tanggung jawab moral pribadinya. Hal ini
sering dilupakan dalam dunia bisnis. Itu sebabnya mengapa bisnis hampir tidak
pernah atau dianggap sebagai sebuah profesi luhur, itu disebabkan oleh
pandangan dan anggapan masyarakat yang melihat bisnis sebagai sebuah pekerjaan
yang kotor , penuh tipu-menipu, penuh kecurangan dan dicemoohkan dan jauh dari
sentuhan etika dan moralitas.
Berdasarkan
pengertian profesi yang menekankan keahlian dan keterampilan yang sangat tinggi
serta komitmen moral yang mendalam, maka jelas kiranya bahwa pekerjaan yang
kotor tidak akan disebut sebagai profesi. Untuk melihat tepat tidaknya kata profesi
dipakai juga untuk dunia bisnis dan untuk melihat apakah bisnis dapat menjadi
sebuah bisnis yang luhur, mari kita tinjau dua pandangan dan penghayatan yang
berbeda mengenai pekerjaan dan kegiatan bisnis yang dianut oleh para pelaku
bisnis.
B. Pandangan Praktis Realistis
Pandangan
pertama disebut pandangan praktis-realistis, karena pandangan ini terutama
bertumpu pada kenyataan (pada umumnya) yang diamati berlaku dalam dunia bisnis
dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara
manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk
memperoleh keuntungan.
Dalam
pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan utama bisnis adalah mencari
keuntungan. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yang terjun ke dalam bisnis
tidak punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan. Kegiatan
bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegiatan sosial. Karena itu,
keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis.
Umumnya
pandangan ini dianggap sebagai pandangan ekonomi klasik (Adam Smith) dan
ekonomi neo klasik (misalnya Milton Friedman). Adam Smith sendiri berpendapat
bahwa pemilik modal harus mendapat keuntungan untuk bisa merangsangnya
menanamkan modalnya dalam kegiatan produktif. Tanpa keuntungan, pemilik modal
tidak akan menanamkan modalnya, dan itu berarti tidak akan ada kegiatn ekonomi
produktif sama sekali. Yang pada akhirnya berarti, tidak akan ada pekerja yang
dipekerjakan dan konsumen tidak akan mendapatkan barang kebutuhannya.
Asumsi
Adam Smith adalah bahwa, pertama, dalam masyarakat modern telah terjadi
pembagian kerja di mana setiap orang tidak bisa lagi mengerjakan segala sesuatu
sekaligus dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Kedua, semua orang
tanpa terkecuali mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat kondisi
hidupnyamenjadi jauh lebih baik.
Menurut
Friedman, mencari keuntungan bukan hal yang jelek, karena semua orang memasuki
bisnis selalu dengan punya satu motivasi dasar, yaitu mencari keuntungan.
Artinya, kalau semua orang masuk dalam dunia bisnis dengan satu motivasi dasar
untuk mencari keuntungan, maka sah dan etis kalau saya pun mencari keuntungan
dalam bisnis.
b. C. Pandangan Ideal
Pandangan
ini disebut sebagai pandangan ideal, karena dalam kenyataanya masih merupakan
suatu hal yang ideal mengenai dunia bisnis. Menurut pandangan ini, bisnis tidak
lain adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi,
menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pandangan ini tidak menolak bahwa keuntungan adalah tujuan utama bisnis. Dasar pemikirannya
adalah pertukaran timbal balik secara fair
di antara pihak-pihak yang terlibat. Maka, yang mau ditegakkan dalam bisnis
yang menganut pandangan ini adalah keadilan komulatif, khususnya keadilan tukar
atau pertukaran dagang yang fair.
Sesungguhnya
kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup
masing-masing. Itu berarti, kegiatan bisnis sesungguhnya tidak lain merupakan
perwujudan hakikat sosial manusia, yaitu saling membutuhkan satu sama lain
karena tanpa orang alin (dan hasil kerjanya) manusia tidak bisa hidup.
Apabila
masyarakat merasa kebutuhan hidupnya dipenuhi secara baik mereka akan menyukai
produk perusahaan tersebut yang memang dibutuhkannya dan sekaligus juga puas
dengan produk tersebut. Dari situlah keuntungan akan mengalir terus. Dengan
demikian, yang pertama-tama yang menjadi fokus perhatian dalam bisnisnya
bukanlah mencari keuntungan, melainkan apa kebutuhan masyarakat itu secara
baik, dan dari sanalah ia memperoleh keuntungan.
Bersamaan
dengan itu, juga membuktikan bahwa etika sesungguhnya juga punya peran besar
dalam menentukan kelangsungan dan keberhasilan bisnis suatu perusahaan dalam
jangka panjang.
Atas
dasar ini, persoalan yang dihadapi disini adalah bagaimana mengusahakan agar
keuntungan yang diperoleh itu memang wajar, halal, dan fair. Terlepas dari pandangan mana yang dianut, keuntungan tetap
menjadi pokok bagi bisnis. Masalahnya adalah apa harus, dalam mengejar
keuntungan lalu berarti mengabaikan etika dan moralitas. Salah satu upaya untuk
membangun bisnis sebagai profesi yang luhur adalah dengan membentuk, mendukung,
memperkuat organisasi profesi .
Melalui
organisasi tersebut bisnis bisa dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam
pengertian yang sebenarnya, untuk memberi rekomendasi kepada pemerintah dalam
mengeluarkan izin usaha bagi anggotanya dan tanpa rekomendasi itu izin tersebut
tidak akan diproleh. Atau paling kurang organisasi ini memberi peringkat atau
label kualitas yang menentukan sehat tidaknya, perusahaan-perusahaan yang
menjadi anggotanya.
Jadi,
integritas organisasi profesi tersebut juga harus pertama-tama tinggi dan baik.
Demikian pula mengandaikan bahwa pemerintah, melalui departemen terkait, memang
bersih dari praktek-praktek yang malah akan merusak citra bisnis yang baik dan
etis.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa
citra jelek dunia bisnis karena dianggap sekadar mencari keuntungan. Dan adanya
anggapan bahwa bisnis hanya mempunyai satu tujuan yaitu untuk mencari
keuntungan. Sehingga yang terjadi adalah munculnya sikap dan perilaku yang
menjurus pada manghalalkan segala cara, termasuk yang tidak dibenarkan siapapun
bahkan pelaku bisnis itu sendiri, sehingga banyak pandangan yang mengatakan
bahwa bisnis bukan sebuah profesi yang etis melainkan hanya untuk mencari
keuntungan.
B. Saran
Untuk membangun bisnis sebagai profesi yang luhur adalah dengan membentuk,
mendukung, memperkuat organisasi profesi, serta adanya dukungan dari pemerintah
dalam mengontol kegiatan bisnis untuk menentukan sehat tidaknya, etis tidaknya
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho Adi, E- Commerce Memahami Perdagangan Modern Di dunia Maya, Bandung
: Informatika Bandung, 2006.
Dr. Keraf, A. Sonny. 2006.
Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius
Theresia Amelia Sebastian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar